7 Ramadhan 1431 H
Oleh: Syaikh
Tidak ragu lagi bagi kita, bahwa orang yang berpuasa adalah sebaik-baik hamba Allah, tetapi kita saksikan beberapa indikasi kekeliruan yang terjadi di sebagian orang yang berpuasa, dan hal inilah yang ingin saya ingatkan kepada mereka yaitu di antaranya:
Pertama, Betapa banyak orang mengisi Ramadhan dengan berbagai ibadah, tetapi jika Ramadhan lewat, mereka kembali meninggalkan ibadahnya. Kita saksikan masjid-masjid penuh terutama di waktu Maghrib, hari pertama Ramadhan jumlah mereka lebih banyak dari hari ketiga, begitulah semakin hari bertambah semakin berkurang semangat mereka, sehingga ketika di akhir Ramadhan mereka tidak ada bedanya dengan bulan-bulan biasanya.
Gejala inilah gejala yang sakit dan mem-bahayakan, karena mereka seakan-akan tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja –wal’iyadzu billah–.
Oleh karenanya wajib bagi para Du’at dan imam masjid untuk memanfaatkan kesempatan keluarnya mereka dari rumah ke masjid sebagai momentum dakwah, menasehati, dan mengingatkan mereka dari pekerjaan yang tercela ini, misalnya lalai dalam melaksanakan shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ.
“Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, siapa yang meninggalkannya ia telah kafir.” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasa’i).
Kedua, Sebagian orang yang berpuasa meninggalkan makan, minum dan jima’ serta yang lainnya, tetapi mereka tidak berpuasa (meninggalkan) dari semua perbuatan haram, seperti menggunjing, berkata jorok dan dusta, mencaci, menipu, menzhalimi, dan yang lainnya.
Hal ini tidak diragukan lagi akan menjauhkan dari pencapaian tujuan puasa sebagai tarbiyah (pembinaan), sangatlah tidak logis Allah membina anda meninggalkan makan, minum, dan lainnya sementara anda sendiri tidak bisa meninggalkan perbuatan yang haram.
Sebagian para ulama berpendapat bahwa perbuatan yang haram ini akan membatalkan puasa. Ini adalah pendapat Ibnu Hajm, beliau berargumentasi dengan hadits tentang dua perempuan yang tidak kuat puasa, kemudian dibawalah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam. Berkatalah Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam kepada mereka, “Muntahlah!” Lalu mereka muntah nanah dan darah segar. Berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam,
إِنَّ هَاتَيْنِ أَفْطَرَتَا عَلَى مَا حَرَّمَ اللهُ وَصَامَتَا عَمَّا أَحَلَّ اللهُ.
“Sesungguhnya dua perempuan ini telah berbuka dari apa yang Allah haramkan, dan telah berpuasa dari apa yang Allah halalkan.” (HR. Ahmad Ath-Thayalisi).
Akan tetapi hadits ini dhaif, pendapat yang benar adalah bahwa seseorang tidak batal puasanya gara-gara menggunjing dan mengadu domba serta yang lainnya, kecuali dia melakukan perbuatan dosa besar dan menyalahi tujuan-tujuan utama puasa.
Ketiga, Sebagian orang berbicara tentang keistimewaan puasa hanya dilihat dari sisi faedah duniawi saja, misalnya puasa itu sehat.
Sementara faedah ukhrawinya ditinggalkan bahkan upaya sosialisasi ke khalayak orang pun kurang bahwa puasa itu ibadah –sekalipun dipastikan ia tidak sehat– Karenanya tidak heran seorang muslim siap menerobos ke medan pertempuran sekalipun ruhnya melayang demi ketaatan dan ibadah kepada Allah.
Dengan demikian, bukanlah tujuan asasi puasa menyehatkan badan dan menyelamatkan diri dari marabahaya, atau meraih keuntungan duniawi.
Akan tetapi beribadah kepada Allah yang secara otomatis keuntungan duniawi pun akan tercapai.
Keempat, Kerusakan akhlak. Artinya sebagian orang di sela-sela menjalankan ibadah puasanya ada yang rusak akhlaknya, mungkin karena lapar dan haus, cepat emosi, keras, kasar, baik terhadap keluarganya atau kepada masyarakat dan lingkungannya, menggunakan bahasa yang menyakitkan, dan berperilaku yang tidak baik.
Tentu ini menyalahi etika yang selayaknya harus dilakukan oleh orang yang berpuasa yaitu berperangai baik, sebagaimana yang diwasiatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ.
“Puasa itu perisai seorang muslim, apabila pada hari seseorang di antara kamu puasa, maka janganlah ia berbuat rafats (berbuat buruk) dan berteriak-teriak. Bila seseorang menghina atau mencacinya hendaknya ia berkata, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Kemudian apa gerangan yang menimpa mereka mana-kala berpuasa, teganglah urat sarafnya, hilanglah akal sehatnya, berbicara dengan untaian kata yang keras terhadap keluarganya, anaknya, tetangganya, teman-temannya, dan semua relasinya.
Padahal bisa jadi di luar kondisi puasa ia bicara dengan tenang tidak emosional dan menggunakan untaian kata yang menyejukkan.
Kelima, Sesungguhnya masih ada sebagian orang yang bermalas-malasan di bulan Ramadhan, padahal kaum muslimin yang lainnya betapa semangatnya mereka di bulan suci ini, betapa banyak peperangan yang terjadi di bulan Ramadhan.
Tetapi mereka ini menjadikan bulan Ramadhan sebagai kesempatan untuk memperbanyak tidur, beralasan dengan hadits dhaif, di antaranya, “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.”
Kendatipun dipastikan hadits ini shahih, bukan itu yang dimaksud, karena seyogyanya orang yang berpuasa memanfaatkan bulan suci ini dengan berbagai amal shalih yang dilakukan dengan penuh semangat.
Keenam, Berlebih-lebihan dalam makan dan minum
Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang menyambutnya dengan variasi menu makanan dan minuman melebihi bulan lainnya.
Terkadang menu makanan dan minuman tersebut belum pernah mereka dapatkan. Gejala ini tidak diragukan lagi akan mematikan hikmah disyariatkannya puasa. Ada sebuah ungkapan yang menarik disampaikan oleh seorang penulis sebagai pelecehan terhadap mereka,
إِنَّكُمْ تَأْكُلُوْنَ اْلأَرْطَالَ وَتَشْرَبُوْنَ اْلأَسْطَالَ وَتَنَامُوْنَ اللَّيْلَ وَلَوْ طَالَ وَتَزْعُمُوْنَ أَنَّكُمْ أَبْطَالُ.
“Kamu banyak makan, banyak minum, dan kamu pun banyak tidur, lantas kamu mengaku seorang pahlawan.”
Dengan demikian seyogyanya orang muslim bersikap sederhana dalam makan dan minum di bulan Ramadhan.
Oleh: Syaikh
Tidak ragu lagi bagi kita, bahwa orang yang berpuasa adalah sebaik-baik hamba Allah, tetapi kita saksikan beberapa indikasi kekeliruan yang terjadi di sebagian orang yang berpuasa, dan hal inilah yang ingin saya ingatkan kepada mereka yaitu di antaranya:
Pertama, Betapa banyak orang mengisi Ramadhan dengan berbagai ibadah, tetapi jika Ramadhan lewat, mereka kembali meninggalkan ibadahnya. Kita saksikan masjid-masjid penuh terutama di waktu Maghrib, hari pertama Ramadhan jumlah mereka lebih banyak dari hari ketiga, begitulah semakin hari bertambah semakin berkurang semangat mereka, sehingga ketika di akhir Ramadhan mereka tidak ada bedanya dengan bulan-bulan biasanya.
Gejala inilah gejala yang sakit dan mem-bahayakan, karena mereka seakan-akan tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja –wal’iyadzu billah–.
Oleh karenanya wajib bagi para Du’at dan imam masjid untuk memanfaatkan kesempatan keluarnya mereka dari rumah ke masjid sebagai momentum dakwah, menasehati, dan mengingatkan mereka dari pekerjaan yang tercela ini, misalnya lalai dalam melaksanakan shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ.
“Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, siapa yang meninggalkannya ia telah kafir.” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasa’i).
Kedua, Sebagian orang yang berpuasa meninggalkan makan, minum dan jima’ serta yang lainnya, tetapi mereka tidak berpuasa (meninggalkan) dari semua perbuatan haram, seperti menggunjing, berkata jorok dan dusta, mencaci, menipu, menzhalimi, dan yang lainnya.
Hal ini tidak diragukan lagi akan menjauhkan dari pencapaian tujuan puasa sebagai tarbiyah (pembinaan), sangatlah tidak logis Allah membina anda meninggalkan makan, minum, dan lainnya sementara anda sendiri tidak bisa meninggalkan perbuatan yang haram.
Sebagian para ulama berpendapat bahwa perbuatan yang haram ini akan membatalkan puasa. Ini adalah pendapat Ibnu Hajm, beliau berargumentasi dengan hadits tentang dua perempuan yang tidak kuat puasa, kemudian dibawalah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam. Berkatalah Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam kepada mereka, “Muntahlah!” Lalu mereka muntah nanah dan darah segar. Berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam,
إِنَّ هَاتَيْنِ أَفْطَرَتَا عَلَى مَا حَرَّمَ اللهُ وَصَامَتَا عَمَّا أَحَلَّ اللهُ.
“Sesungguhnya dua perempuan ini telah berbuka dari apa yang Allah haramkan, dan telah berpuasa dari apa yang Allah halalkan.” (HR. Ahmad Ath-Thayalisi).
Akan tetapi hadits ini dhaif, pendapat yang benar adalah bahwa seseorang tidak batal puasanya gara-gara menggunjing dan mengadu domba serta yang lainnya, kecuali dia melakukan perbuatan dosa besar dan menyalahi tujuan-tujuan utama puasa.
Ketiga, Sebagian orang berbicara tentang keistimewaan puasa hanya dilihat dari sisi faedah duniawi saja, misalnya puasa itu sehat.
Sementara faedah ukhrawinya ditinggalkan bahkan upaya sosialisasi ke khalayak orang pun kurang bahwa puasa itu ibadah –sekalipun dipastikan ia tidak sehat– Karenanya tidak heran seorang muslim siap menerobos ke medan pertempuran sekalipun ruhnya melayang demi ketaatan dan ibadah kepada Allah.
Dengan demikian, bukanlah tujuan asasi puasa menyehatkan badan dan menyelamatkan diri dari marabahaya, atau meraih keuntungan duniawi.
Akan tetapi beribadah kepada Allah yang secara otomatis keuntungan duniawi pun akan tercapai.
Keempat, Kerusakan akhlak. Artinya sebagian orang di sela-sela menjalankan ibadah puasanya ada yang rusak akhlaknya, mungkin karena lapar dan haus, cepat emosi, keras, kasar, baik terhadap keluarganya atau kepada masyarakat dan lingkungannya, menggunakan bahasa yang menyakitkan, dan berperilaku yang tidak baik.
Tentu ini menyalahi etika yang selayaknya harus dilakukan oleh orang yang berpuasa yaitu berperangai baik, sebagaimana yang diwasiatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ.
“Puasa itu perisai seorang muslim, apabila pada hari seseorang di antara kamu puasa, maka janganlah ia berbuat rafats (berbuat buruk) dan berteriak-teriak. Bila seseorang menghina atau mencacinya hendaknya ia berkata, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Kemudian apa gerangan yang menimpa mereka mana-kala berpuasa, teganglah urat sarafnya, hilanglah akal sehatnya, berbicara dengan untaian kata yang keras terhadap keluarganya, anaknya, tetangganya, teman-temannya, dan semua relasinya.
Padahal bisa jadi di luar kondisi puasa ia bicara dengan tenang tidak emosional dan menggunakan untaian kata yang menyejukkan.
Kelima, Sesungguhnya masih ada sebagian orang yang bermalas-malasan di bulan Ramadhan, padahal kaum muslimin yang lainnya betapa semangatnya mereka di bulan suci ini, betapa banyak peperangan yang terjadi di bulan Ramadhan.
Tetapi mereka ini menjadikan bulan Ramadhan sebagai kesempatan untuk memperbanyak tidur, beralasan dengan hadits dhaif, di antaranya, “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.”
Kendatipun dipastikan hadits ini shahih, bukan itu yang dimaksud, karena seyogyanya orang yang berpuasa memanfaatkan bulan suci ini dengan berbagai amal shalih yang dilakukan dengan penuh semangat.
Keenam, Berlebih-lebihan dalam makan dan minum
Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang menyambutnya dengan variasi menu makanan dan minuman melebihi bulan lainnya.
Terkadang menu makanan dan minuman tersebut belum pernah mereka dapatkan. Gejala ini tidak diragukan lagi akan mematikan hikmah disyariatkannya puasa. Ada sebuah ungkapan yang menarik disampaikan oleh seorang penulis sebagai pelecehan terhadap mereka,
إِنَّكُمْ تَأْكُلُوْنَ اْلأَرْطَالَ وَتَشْرَبُوْنَ اْلأَسْطَالَ وَتَنَامُوْنَ اللَّيْلَ وَلَوْ طَالَ وَتَزْعُمُوْنَ أَنَّكُمْ أَبْطَالُ.
“Kamu banyak makan, banyak minum, dan kamu pun banyak tidur, lantas kamu mengaku seorang pahlawan.”
Dengan demikian seyogyanya orang muslim bersikap sederhana dalam makan dan minum di bulan Ramadhan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan